BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Filsafat merupakan ilmu pengetahan yang
menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah
ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan
tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara
subtansial maupun historis, hal itu dikarenakan bahwa kelahiran ilmu tidak
lepas dari sebuah peranan dari filsafat dan sebaliknya perkembangan ilmulah
yang memperkuat keberadaan dari filsafat itu sendiri. Kelahiran filsafat di
Yunani mengubah pola pikir bangsa Yunani dari pandangan yang mitos menjadi
rasio. Dengan filsafat pula pola pikir yang selalu tergantung pada yang ghaib
diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Perubahan dari pola pikir mitos ke rasio membawa implikasi yang tidak
kecil. Alam dengan segala gejalanya yang
selama itu ditakuti sekarang didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang
mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang
mejelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia itu
sendiri. Filsafat ilmu
merupakan cabang filsafat yang berusaha mencerminkan segala sesuatu secara
dasar dengan berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungan
dari segala segi kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan penerus dalam
pengembangan filsafat pengetahuan, itu disebabkan pengetahuan tidak lain adalah
tingkatan yang paling tinggi dalam perangkat pengetahuan manusia. Oleh karena
itu mempelajari ilmu filsafat membuka candela ilmu pengetauan untuk lebih
mengerti, memahami dan dapat memanfaatkan ilmu untuk kebaikan diri sendiri,
orang lain, alam semesta terutama untuk Allah swt. Berdasarkan hal di atas, maka makalah ini akan
menguraikan Ruang lingkup
filsafat, metode beserta pembagian filsafat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.
Apa sajakah yang menjadi ruang lingkup Filsafat ?
2.
Apa saja metode-metode yang ada pada filsafat ?
3.
Bagaimana pembagian dari filsafat itu sendiri
?
4.
Apa perbedaan filsafat dengan ilmu dan
agama ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
yaitu
1. Untuk
mengetahui dan memahami Ruang lingkup Filsafat.
2. Untuk
mengetahui dan memahami metode-metode yang ada di Filsafat.
3.
Untuk mengetahui pembagian-pembagian
yang ada di Filsafat.
4.
Untuk mengetahui perbedaan filsafat
dengan ilmu dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ruang
Lingkup Filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup
ilmu-ilmu khusus. Dalam perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu
memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Ternyata filsafat tidak mati
tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah
yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Filsafat merupakan sekumpulan
sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara
kritis atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat kita junjung tinggi. Adapun menurut para ahli tentang ruang
lingkup filsafaat, yaitu :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan
metode-metodenya
2. Tentang ada dan tidak adaTentang dunia, alam dan seisinya
3. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk
4. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk
lainnya
5. Tuhan tidak dikecualikan
Adapun
ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran manusia yang amat
luas. Segala sesuatu yang mungkin ada
dan benar, benar ada ( nyata ), baik material konkrit maupun nonmaterial
abstrak ( tidak terlihat). Jadi objek filsafat itu tidak terbatas. Objek
pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan
kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga objek pemikiran
filsafat pendidikan (Zen,Zelhendri.2014:21-22).
B.
Metode
Filsafat
Istilah
metode berasal dari kata Yunani, methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau
mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar
kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang
bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang
digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan
sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin
kebenaran yang diraih. Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus
mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu
sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu
metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun
memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat
sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf
sejak zaman purba hingga sekarang ini. Metode yang dipakai dalam ilmu filsafat
ini sebenarnya sangat banyak, sebanyak para tokoh filsafat atau filosof,yang
masing-masing memiliki dan menamakan metode nya masing-masing.Seperti yang
dilakukan oleh Socrates dan Plato,maka metode yang mereka pakai dinamai dengan
metode kritis.Metode kritis adalah cara kerja atau bertindak yang bersifat
analitis.Metode ini dilakukan dengan cara melalui
percakapan-percakapan(dialog).Socrates tidak menyelidiki fakta-fakta,melainkan
ia menganalisis berbagai pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan
orang.Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda dan analisis yang berlainan. Dengan cara percakapan
atau dialog tersebut,Socrates menemukan suatu cara berpikir induksi,yaitu
berdasarkan beberapa pengetahuan mengenai masalah-masalah khusus memperoleh
kesimpulan pengetahuan yang bersifat umum. Metode lain,yang biasa
dipakai dalam ilmu filsafat adalah metode skolastik,yang dikembangkan oleh
Aristoteles dan Thomas Aquinas.Metode
skolastik ini banyak dipakai untuk menguraikan metode mengajar disekolah
atau diperguruan tinggi,bukan hanya dalam bidang ilmu filsafat saja,melainkan
dalam semua ilmu,seperti ilmu hukum,ilmu pasti,kedokteran dan lainnya.
Pokok-pokok pikiran dari filosof Thomas Aquinas (1225-1274)
antara lain:
1. Hanya ada dua kekuatan yang
menggerakkan dinamika perubahan dunia, yaitu agama dan filsafat. Keduanya
mempunyai hubungan yang sangat erat. Tuhan bagi Aquinas adalah Awal dan Akhir
segala kebajikan.
2. Hakikat alam semesta ini adalah
terdiri dari lima realitas kelas, yaitu: realitas anorganis, realitas animal,
realitas manusia, realitas malaikat, dan realitas Tuhan. Dan semua realitas
tersebut berpusat atau dibimbing oleh realitas Tuhan.
3. Filsafat Aquinas mendasarkan kepada
eksistensi Tuhan, tetapi pandangannya tentang eksisitensi Tuhan berbeda dengan
teolog sebelumnya. Menurut Aquinas eksistensi Tuhan dapat dibuktikan dengan
akal (rasional).
Ada
empat dalil yang memperkuat pendapat Aquinas di atas, yaitu: (1) hakikat segala
sesuatu di alam ini bergerak, dan sejatinya penggerak itu bukan benda yang
bergerak, tetapi ada Sang Penggerak Tunggal itulah Tuhan; (2) di dunia indrawi
manusia terbukti ada sebab yang mencukupi (efficient cause) (misalnya kebutuhan
indra mata, dan sebagainya). Secara rasional tidak ada sesuatu yang mempunyai
sebab pada dirinya sendiri. Jadi, ada Sumber Penyebab itulah Tuhan; (3) logika
kemungkinan dan keharusan (possibility and necessity). Di dunia ini hakikat
segala sesuatu itu bisa mungkin ada (possibility) dan harus ada (necessity).
Penyebab yang harus ada itulah Tuhan; dan (4) tentang hukum keteraturan alam.
Manusia menyaksikan benda planet dalam sistem tata surya dan benda-benda di
alam ini bergerak dalam hukum keteraturan, padahal benda-benda tersebut tidak
mempunyai akal atau pengetahuan untuk bergerak menuju keteraturan. Hal ini
tentu membuktikan adanya Sang Pengatur Tunggal itulah Tuhan.
4. Pandangan Aquinas tentang Jiwa
(intuisi), yaitu: (1) manusia terdiri dari jiwa dan raga. Raga menghadirkan
matter (potensial) sedangkan jiwa menghadirkan form (aktualitas atau
prinsip-prinsip hidup yang aktual); (2) jiwa adalah kapasitas intelektual
(pikir) dan kegiatan vital kejiwaan lainnya. Manusia adalah makhluk berakal.
Jiwa mempunyai kedudukan lebih tinggi dari raga, sehingga jiwa harus membimbing
raga (fisik). Jiwa rasional merupakan manifestasi kehidupan tertinggi; (3) jiwa
manusia dibagi menjadi tiga kemampuan, yaitu: kemampuan mengindera (sensation),
kemampuan pikir (reason), dan kemampuan nafsu (appetite), ketiganya menyatu
dalam diri manusia.Jiwa tersebut merupakan anugerah Tuhan, yang membedakan
manusia dengan mahluk lain.
Sebagian ahli ada yang
mengelompokkan metode yang dipergunakan dalam mempelajari filsafat ini menjadi
tiga macam,yaitu metode sistematis,metode historis,dan metode kritis.Dengan
menggunakan metode sistematis,para
pelajar akan mengahadapi karya-karya filsafat,misalnya mempelajari tentang
teori-teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filasafat.Setelah itu
ia mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang ilmu lainnya,kemudian ia
akan mempelajari teori nilai atau filsafat nilai.Ketika para pelajar membahas
setiap cabang atau subcabang filsafat,maka aliran-aliran filsafat pun akan
terbahas.Maka dengan mempelajari filsafat melalui metode sistematis ini
perhatiannya akan terfokus pada isi filsafat,bukan pada tokoh ataupun pada
zaman,serta periode nya. Sedangkan metode
historis digunakan bila para pelajar mengkaji filsafat dengan mengikuti
sejarahnya.Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah.Sebagai
contoh,jika kita ingin membicarakan riwayat hidupnya,pokok ajarannya,baik dalam
teori pengetahuan,teori hakikat,maupun dalam teori nilai.Kemudian dilanjutkan
dengan membicarakan Anaximandros,Socrates,Rousseau,Imannuel
Kant dan seterusnya sampai pada tokoh-tokoh filsafat ini memang sangat perlu
karena ajarannya biasanya berkaitan erat dengan lingkungan,pendidikan,dan
kepentingannya.
Cara lain untuk
mempelajari filsafat dengan menggunakan metode
historis ini adalah dengan cara membagi babakan atau periode filsafat
sejarah.Misalnya mula-mula yang di pelajari adalah filsafat kuno,kemudian
filsafat pertengahan,dan selanjutnya adalah filsafat abad modern.Variasi cara
mempelajari filsafat dengan menggunakan metode historis ini cukup banyak.Yang
penting,mempelajari filsafat dengan metode historis berarti mempelajari
filsafat secara kronologis.Dan metode ini cocok bagi pelajar pemula.
Adapun metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat
intensif.Dimana para pelajar haruslah telah memiliki bekal pengetahuan tentang
filsafat secara memadai.Dalam metode ini pengajaran filsafat dapat menggunakan
metode sistematis atau historis.Langkah pertama adalah memahami isi
ajaran,kemudian para pelajar mencoba mengajukan kritiknya.Kritik itu mungkin
dalam bentuk menentang atau atau menolak paham atau pendapat dari para
tokoh,namun dapat juga berupa dukungan atau memperkuat terhadap ajaran atau
paham filsafat yang sedang dikajinya.Dalam mengkritik mungkin ia menggunakan
pendapatnya sendiri atau dengan menggunakan pendapat para filosof lainnya. Beberapa pokok pikiran metode
kritis Sokrates antara lain:
1. Metode kritis merupakan analisis
istilah dan pendapat dalam proses dialog dalam kehidupan sehari-hari, baik
menyangkut fenomena sosial atau fenomena alam.
2. Metode kritis merupakan
hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan dalam
dialog. Dengan jalan bertanya atau berdialog secara kritis, seseorang dapat
membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak sesuatu dan akhirnya
ditemukan hakikat dari sesuatu.
3. Disebut metode kritis karena manusia
dituntut untuk terus mempertanyatakan (mengkritisi) segala sesuatu yang
disaksikan, dirasakan dengan bertanya dan berdialog antar individu dalam proses
kehidupannya.
4. Sokrates, mengajarkan agar manusia
selalu mengajukan pertanyaan baru tentang segala sesuatu, ketika muncul jawaban
dari pertanyaan tersebut, maka harus terus dimunculkan pertanyaan lagi dari
jawaban yang ada (proses dialektika), demikian seterusnya. Jadi, dialektika itu
menjadi suatu pemeriksaan teliti, semacam cross examination, dengan
membandingkan jawaban dalam dialog.
5. Menurut Sokrates, dengan terus
menanyakan, membandingkan, menyisihkan, dan menolak informasi atau data yang
tidak relevan, seseorang akan membuat rumusan, definisi dan generalisasi.
Seseorang akan memperoleh pengertian (definisi) sejati tentang hakikat
kenyataan.
6. Bagi Sokrates, hakikat
‘kebijaksanaan’ adalah kesanggupan seseorang terus bertanya dan berdialog untuk
membuka hati-pikiran agar tetap mampu menerima pengetahuan sejati, yaitu
pengetahuan mengenai kebaikan susila atau ‘kebijaksanaan’ (sophrosyne).
Kebijaksanaan itu bukan diperoleh melalui hapalan dari diktat, melainkan
melalui proses pencarian pribadi dan pengalaman pribadi. Oleh karena itu
manusia menjadi angry with himself and gentle to others.
Sedangkan beberapa pokok pikiran
metode kritis dari filosof Plato antara lain:
1. Metode filosofis paling utama adalah
dialog, dan kemampuan berdialog merupakan seni manusiawi yang paling tinggi.
Sebenarnya metode Plato merupakan perluasan atau penyempurnaan metode kritis
gurunya yaitu Sokrates.
2. Plato memperkenalkan dialog-dialog
dengan menyebut ‘dialog tengah’ atau ‘metode hipotesis’.
3. Menurut Plato, kebenaran umum (definisi)
itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif (seperti pendapat Sokrates),
pengertian umum (definisi) itu sudah tersedia di ‘sana’ yaitu di ‘alam idea’
4. Hakikat esensi itu mempunyai
realitas, dan realitas itu di ‘alam idea’ itu. Jadi, kebenaran umum itu bukan
dibuat tetapi sudah ada di alam idea. Sebenarnya baik Plato maupun gurunya
yaitu Sokrates sama-sama mengakui kekuatan akal (reason) dan kekuatan hati
(rasa dan larsa)
Selain
dengan ketiga metode diatas,dalam ilmu filsafat dikenal juga metode empiris,seperti yang dipahami
oleh Thomas Hobbes,John Locke,dan David Hume.Menurut mereka hanya pengalaman
lah yang dapat menyajikan pengertian benar.Masih banyak metode-metode lain
seperti metode intuitif, geometris,metode transcendental,metode fenomenologis,dan
metode-metode lainnya yang semua lahir dikarenakan keyakinan dan pengalaman
mereka dalam memahami filsafat secara sungguh-sungguh sehingga menghasilkan
bentuk metode yang berbeda-beda tersebut.(Susanto,2010:13-15).
Metode-metode lainnya adalah:
1. Metode Intuitif (Plotinus dan
bergson)
Dengan
jalan metode intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan
membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai
suatu penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara
kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.Metode
filsafat Platinos metode intuitif disebut metode mistik sebab dimaksudkan untuk
menuju pengalaman batin dan persatuan dengan Tuhan. Dengan demikian bisa kita
pahami bahwa tujuan Platinos dengan filsafatnya adalah ingin membawa manusia
kedalam hidup mistis, hidup yang mempertinggi nilai rohani dan persatuan dengan
Yang Maha Esa.
2. Metode Transendental
Immanuel
Kant (1724-1804) dalam filsafat mengembangkan metode kritis transcendental.
Kant berpikir tentang unsure-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal
dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam rasio manusia. Ia
melawan dogmatisme. Kant tidak mau mendasarkan pandangannya kepada
pengertian-pengertian yang telah ada. Harus ada pertanggung jawaban secara
kritis. Kant mempertanyakan bagaimana pengenalan objektif itu mungkin. Harus
diketahui secara jelas syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan
batas-batas pengenalan itu. Metodenya merupakan analisa criteria logis mengenai
titik pangkal. Ada pengertian tertentu yang objektif sebagai titik tolak.
Analisa
tersebut dibedakan dalam beberapa macam:
1. Analisa psikologis. Analisa ini
merupakan penelitian proses atau jalan kegiatan yang factual. Prinsipnya adalah
mencari daya dan potensi yang berperanan. Kemudian memperhatikan peningkatan
taraf kegiatan, inferensi, asosiasi, proses belajar, dsb.
2. Analisa logis. Meneliti hubungan
antara unsur-unsur isi pengertian satu sama lain.
3. Analisa ontologis. Meneliti realitas
subjek dan objek menurut adanya.
4. Analisa kriteriologis. Meneliti
relasi formal antara kegiatan subjek sejauh ia mengartikan dan menilai hal
tertentu.
Dalam
metode Kant juga dipergunakan kergu-raguan. Kant meragukan kemungkinan dan
kompetensi metafisik. Metafisik tidak pernah menemukan metode ilmiah yang pasti
untuk memecahkan problemnya. Kant menerima nilai objektif dari ilmu-ilmu
positif karena mendatangkan kemajuan dalam hidup sehari-hari. Demikian juga
tentang nilai objektif agama dan moral. Sebab mendatangkan kemajuan dan
kebahagiaan. Karena itulah Kant menerima dan meneliti dasar-dasar yang bukan
empiris, tetappi sintetis apriori. Kant juga melakukan pembagian terhadap
macam-macam pengertian.
5. Pengertian analitis. Bentuknya
selalu apriori seperti kita lihat dalam ilmu pasti. Dalam pengertian analitis
prediket sudah termuat dalam konsep subjek. Tidak otomatis mengenai kenyataan
dan tidak memberi pengertian baru.
6. Pengertian sintetis. Relasi subjek
dan prediket berdasarkan objek riil.terjadi kesatuan dari hal-hal yang berbeda
sehingga timbul pengertian yang baru. Ada dua pengertian sintetis: apriori dan
aposteriori. Sintetis apriori merupakan pengertian umum, universal dan pasti.
Misalnya air mendidih pada suhu 100oC. sintetis aposteriori tidak
bersifat universal. Misalnya saya merasa panas.
Filsafat
Kant disebut kritisisme. Metodenya bersifat kritik. Dia mulai dengan terlebih
dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant memang seorang
pembaharu dengan kritik-kritiknya. Ia membawa perubahan-perubahan tertentu
dalam filsafat. Kant memberi alternatif metode yang relevan.
Metode
ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di
selidiki syarat-syarat apriori bagi
pengertian demikian.
3. Metode Fenomenologis
Edmund
Husserl (1859-1938) mengembaangkan metode fenomenologis dalam filsafat. Menurut
Husserl dalam usaha kita mencapai hakekat –pengertian dalam aslinya- harus
melalui proses reduksi. Reduksi adalah proses pembersihan atau penyaringan dimana
objek harus disaring dari beberapa hal tambahannya. Obyek penyelidikan adalah
fenomena. Dan yang kita cari adalah kekhasan hakekat yang berlaku bagi
masing-masing fenomena. Fenomena adalah yang menampak. Yaitu data sejauh
disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Obyek justru dalam relasi dengan
kesadaran. Jadi fenomena adalah yang menampakkan diri menurut adanya didalam
diri manusia. Fenomenologis mengadakan refleksi mengenai pengalaman langsung.
Melakukan penerobosan untuk mencari pengertian sebenarnya atau yang hakiki.
Kita harus menerobs gejala-gejalanya yang menampakkan diri sampai pada hakekat
obyek. Jalan yang ditempuh adalah reduksi yang menurut Husserl ada tiga macam :
a. Reduksi fenomenologis, kita berupaya
untuk mendapatkan fenomen dalam bentuk semurni-murninya. Cara yang ditempuh
adalah dengan jalan menyaring
pengalaman-pengalaman kita. Obyek kita selidiki sejauh kita sadari. Kita
pandang obyek menurut hubungannya dengan kesadaran. Mengenai fakta-fakta kita
tidak melakukan refleksi. Dalam proses ini ada segi-sehi yang sementara kita
singkirkan. Ditempatkan diantara tanda kurung. Atau menurut istilah yang
menurut Husserl –Einklamerung-. Segi-segi yang sementara disingkirkan ini
adalah: pandangan adat, agama, pandangan umum dan ilmu pengetahuan. Kalau
langkah-langkah tersebut berhasil kita akan bisa mengenal gejala dalam dirinya
sendiri atau yang disebut fenomen.
b. Reduksi eidetis atau penilaian.
Dalam proses ini kita akan melihat hakekat sesuatu atau pengertian sejatinya.
Semua gejala kita tinjau lagi untuk membedakan mana yang intisari dan mana yang
tidak. Yang kitacari adalah hakekat fenomenologis yang bersifat luas bukan arti
umum, bukan arti yang tersembunyi. Bukan hakekat yang spesifik, tetapi struktur
dasariah yang meliputi isi fundamental, sifat hakiki, relasi hakiki dengan
kesadaran. Prosesnya mulai dengan titik tolak intuisi praprediktif.
Digambarkan, diteliti, dan dianalisa dengan berdasarkan pengalaman pertama dan
tekhniknya adalah :
1) Kelengkapan, analisa harus melihat
segala suatu yang ada dalam data secara eksplisit dan sadar. Dalam analisa
harus kita temukan kembali unsur maupun segi dalam fenomena.
2) Diskripsi, segala yang terlihat
harus bisa diuraikan dalam analisa. Kita gambarkan satu-persatu semua unsur
daro objek dan dibentangkan. Hubungan satu sama lain harus tergambar dan
diketahui perbedaan-perbedaan pentingnya dalam penjelasan yang tuntas sehingga
jelas aspek-aspeknya.
3) Variasi Imajinasi, apakah
sifat-sifat tertentu memang hakiki bisa ditentukan dengan mengubah
contoh-contoh, menggambarkan contoh tertentu yang representatif. Misalnya
manusia dengan panca inderanya. Sitambah dan dikurangi salah sau sifat. Hanya
dengan tiga indera misalnya, apakah dia masih person. Apakah diskripsi itu
masih mengenai macam objek yang sama seperti yang pertama.
4) Kriterium Koherensi, kita dapat
mengukur tepatnya analisa fenomenologis dengan kriterium koherensi: Pertama,
harus ada kesesuaian antara subjek, objek intensional dan sifat-sifat.
Observasi yang beturut-turut harus dapat disatukan dalam satu horizon yang
konsisten. Kedua, harus ada koherensi dalam deretan kegiatan. Setiap observasi
memberi harapan akan tindakan-tindakan yang sesuai dengan yang pertama atau
yang melangsungkan. Harus ada kontinuitas diantara tindakan yang dapat
dilakukan subjek. Fenomenologis harus melakukan analisa internasional yaitu
menjelaskan dan merumuskan horizon-horizon bagi tindakan-tindakan intensional
tertentu. Hasil proses reduksi eidetis kita akan mencapai intuisi hakekat.
Ketiga, Reduksi Transendental. Reduksi Transendental ini adalah pengarahan ke
subjek. Jadi fenomenologi itu diterapkan kepada subjeknya sendiri dan kepada
perbuatannya. Kepastian akan kebenaran pengertian kita bisa peroleh dari
pengalaman yang sadar yang disebut erlebnisse. Didalamnya kita bisa mengalami
diri kita sendiri. Aku-kita selalu berhubungan dengan dunia benda diluar kita
dalam situasi jassmaniah tertentu.
C. Pembagian
Filsafat
Menurut
para ahli :
1. alcuinis
salah seorang tokoh filsafat “scholastik” pada zaman abad pertengah membagi
filsafat sebagai berikut :
a. bagian
fisika yang menyelidiki apakah sebab – sebabnya sesuatu itu ada
b. bagian
etika yang menentukan tata hidup
c. bagian
logika yang mencari cari dasar-dasar
untuk mengerti
2. al
– Kindi ahli pikir dalam filsafat islam membagi filsafat menjadi 3 bagian yaitu
:
a. ilmu
fisika, tingkatan terendah
b. ilmu
matematika, tingkatan tengah.
c. ilmu
keutuhan, tingkatan tertinggi
3. al
– Farabi dan ibnu membagi dua bagian yaitu filsafat teori dan filsafat praktek
4. Prof.
Dr. M. J Langeveld membagi filsafat dalam tiga lingkungan masalah, yaitu :
a. lingkungan,
masalah- masalah keadaan (metafisika, manusia dan lain-lain)
b. lingkungan
masalah – masalah pengetahuan (teori pengetahuan, teori kebenaran, logika)
c. lingkungan
masalah – masalah nilai ( teori nilai,etika, estetika, yang bernilai bernilai
berdasarkan religi)
5. prof.Alburey
Castell membagi filsafat ke dalam enam bagian sebagai berikut :
a. masalah
theologies
b. masalah
metafisika
c. epistemologi
d. masalah
etika
e. masalah
politik
f. masalah
sejarah
6. H.De
Vos membagi filsafat kedalam sembilan golongan sebagai berikut :
a. logika
b. metafisika
c. ajaran
tentang ilmu pengetahuan
d. filsafat
alam
e. filsafat
kebudayaan
f. filsafat
sejarah
g. etika
h. estetika
i.
anthropology
7. plato
mebedakan filsafat atas tiga bagian sbb ;
a. Dialetika,
tentang ide-ide atau pengertian – pengertian umum.
b. fisika,
tentang dunia materiil
c. etika,
tentang kebaikan
8. aristoteles
membagi 4 Cabang yaitu :
a. logika
b. filsafat
teoritis
c. filsafat
praktis
d. filsafat
peotika.
D.
Perbedaan
Filsafat Dan Ilmu Agama
Perbedaan filsafat dengan ilmu dan agama
dapat dikatakan sebagai
1. Filsafat
menyelidik, membaca serta memikirkan seluruh alam kenyataan dan menyelidik
bagaimana hubungan satu sama lainnya. Sedangkan ilmu lain menyelidiki hanya
sebagian saja dari alam
2. Filsafat
tidak saja menyelidiki tentang sebab akibat tetapi menyelidiki hakikatnya
sedangkan ilmu lain tidak membahas tentang sebab akibat (peristiwa)
Filsafat
dalam pembahasannya apa ia sebenarnya darimana asalnya dan hendakkemana
perginya sedangkan ilmu lain harus menjawab bagaimana dan apa sebabnya. Ilmu
bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menemukan fakta-fakta,
tekinik-teknik dan alat-alat. Filsafat tidak hanya melukiskan sesuatu,
melainkan membantu manusia mengambil keputusan tentang tujuan, nilai, dan
tentang apa yang harus di perbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena
faktor-faktor objektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat. Ilmu
bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan
pengetahuan sebagai objek formalnya. Sedangkan filsafat belajar dari ilmu
pengetahuan dengan menekankan keseluruhan dari sesuatu(sinoptis), karena
kese;luruhan punya sifat sendiri yang tidak ada bagian-bagiannya.
Secara
umum beda filsafat dengan ilmu dan agama adalah:
1. Sumber
kebenaran, filsafat dan ilmu bersumber dari manusia itu sendiri, sedangkan
agama bersumber dari allah swt.
2. Pendekatan
(approach) kebenaran, filsafat dengan jalan perenungan, ilmu dengan jalan riset
dan percobaan, sedangkan agama dengan jalan mengacu pada wahyu allah swt.
3. Sifat
kebenaran, filsafat bersfat spekulatif, ilmu bersifat positif dan agama
bersifat mutlak.
Tujuan,
filsafat bertujuan untuk keseimbangan kepada pengetahuan yang bijaksan dengan
hasil perdamaian. Tujuan ilmu bersifat teoritis, sedangkan tujuan agama adalah
kedamaian, keharmonisan, kebahagian, dan keselamatan di akhirat (Zen,
Zelhendri.24-25).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas
dapat ditarik dua kesimpulan berikut. Pertama, filsafat
dipahami sebagai upaya, proses, metode, cara, dambaan untuk selalu
mempersoalkan apa saja untuk samapai pada kebenaran. Kedua,
filsafat dilihat sebagai upaya untuk memahami konsep atau ide-ide atau
gagasan-gagasan. Dengan bertanya orang lalu berpikir tentang apa yang
ditanyakan. Dengan bertanya orang berusaha menemukan jawaban atas apa yang
ditanyakan. Di sini lalu muncul ide atau gagasan tertentu yang dapat menjawab
pertanyaan tadi. Ide atau gagasan ini tidak pernah bersifat final, karena akan
dipertanyakan lagi. Dalam filsafat, jawaban yang paling akhir dan paling benar
tidak pernah akan ditemukan.
B.
Saran
Makalah ini dapat dijadikan literatur
mengenai materi filsafat, namun masih jauh dari kata sempurna. Jadi pembaca
bisa mencampurkannya dengan literatur dari sumber yang lain.
KEPUSTAKAAN
Susanto.2010.Filasat Imu.Jakarta:Bumi Aksara
Zen, Zelhendri. 2014. Filsafat
Pendidikan. Padang: Sukabina Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar